Perubahan dalam dunia usaha belakangan ini banyak dimotori oleh perkembangan teknologi informasi. Kemunculan beberapa pemain besar di perusahaan start-up berkelas unicorn2 seperti Gojek, Tokopedia, Traveloka, dan lainnya tidak lepas dari peran teknologi. Ambil contoh Gojek yang menggunakan model usaha seperti Uber, yaitu memanfaatkan telepon pintar sebagai alat usaha transportasi. Pada bagian ini, kita akan melihat secara garis besar bagaimana teknologi mengubah wajah bisnis di dunia.
Perkembangan teknologi informasi yang pesat belakangan ini mendorong terjadinya beberapa perubahan penting dalam bisnis, yaitu (Laudon & Laudon, 2018):
Munculnya berbagai teknologi yang mengubah peta usaha dunia. Mulai dari komputasi awan (cloud computing) yang mengubah cara memperhitungkan investasi teknologi informasi sampai dengan big data yang mengubah cara perusahaan mengumpulkan, mengolah, dan menginterpretasikan informasi dalam skala masif. Perkembangan teknologi ini mendorong munculnya inovasi dalam bisnis. Tokopedia misalnya, mampu memberikan peluang bagi pengusaha UMKM dan perorangan untuk berkiprah pada perdagangan secara elektronik tanpa harus memikirkan bagaimana membuat situs web, aplikasi untuk telepon seluler, mekanisme pembayaran, perlindungan terhadap penjual dan pembeli, pengiriman barang, dan lainnya. Semua hal tersebut dapat dicapai hanya menggunakan telepon pintar.
Munculnya model usaha (business model) seperti layanan streaming music Spotify dan Joox, maupun layanan streaming film Netflix dan iFlix. Layanan streaming tersebut merupakan alternatif yang menarik bagi konsumen musik dan film maupun juga bagi para seniman yang terlibat dalam pembuatannya. Layanan streaming ini dapat mengurangi permasalahan pembajakan lagu dan film, karena lagu dan film yang diberikan adalah karya asli. Para seniman mendapatkan royalti ketika karya mereka dinikmati oleh konsumen. Pada saat yang sama para konsumen mengurangi kecenderungan membajak karya seni karena layanan streaming dapat dinikmati dengan harga yang relatif lebih murah atau bahkan gratis dengan kompensasi harus menerima iklan. Tanpa model usaha berbasis teknologi informasi, maka solusi ini tidak akan pernah terwujud. Layanan streaming ini juga menjadi penantang baru bagi bisnis penjualan kaset, CD (Compact Disc), VCD (Video Compact Disc), DVD (Digital Versatile Disc), dan media konvensional lainnya. Banyak toko musik tradisional bangkrut dan tutup karena kalah bersaing dengan layanan ini.
Perdagangan elektronik (e-commerce) di Indonesia mencapai nilai penjualan Rp77 triliun di tahun 20183 dan diprediksi akan mencapai Rp900 triliun di tahun 2022.4. Perkembangan perdagangan secara elektronik ini mengubah peta usaha di dunia dan Indonesia tidak terkecuali. Pertumbuhan pesat perdagangan elektronik didorong oleh perkembangan teknologi telepon seluler pintar yang menjadi terjangkau oleh mayoritas masyarakat, membaiknya infrastruktur telekomunikasi dan infrastruktur pembayaran, serta perbaikan di sisi regulasi yang memberikan kepastian hukum pada kegiatan perdagangan secara elektronik. Individu maupun pelaku UMKM yang tadinya tidak mampu untuk berdagang secara elektronik sekarang dapat bersaing dengan pengusaha besar melalui media perdagangan secara elektronik. Contoh nyata dari fenomena ini dapat dilihat pada marketplace seperti Tokopedia, Buka Lapak, dan Shopee.
Gambar 1.5 Salah Satu Pemain Besar Perdagangan Elektronik di Indonesia
Perkembangan teknologi informasi menjadikan perubahan tata kerja. Karyawan dapat bekerja dan menyelesaikan tugasnya tanpa harus hadir secara fisik di suatu tempat tertentu. Para manajer dapat memantau dan memberikan arahan pada anak buahnya tanpa harus bertatap muka secara langsung. Perubahan ini menuntut berubahnya tata kelola organisasi. Perusahan harus mengubah indikator kinerja seperti tingkat kehadiran dan lama bekerja di kantor menjadi indikator lain yang berorientasi pada hasil kerja. Cara kerja dalam perusahan pun berubah. Berbagi informasi dan pengetahuan menjadi norma yang baru. Tidak ada lagi sedikit pihak yang memiliki kewenangan dan pengetahuan yang dibutuhkan perusahaan. Siapa saja dapat mempelajari pengetahuan dan kemampuan baru. Semangat kerja berubah dari kompetisi menjadi kolaborasi dan kerja sama dalam kelompok. Dengan demikian penggunaan informasi menjadi semakin berkembang. Pengetahuan baru dan inovasi menjadi lebih marak dengan didorong kemajuan teknologi.
Organisasi bisnis modern tidak terlalu menekankan perhatian pada hierarki organisasi dan spesialisasi. Karyawan dituntut untuk dapat berperan ganda, saling menggantikan, dan bekerja sama secara erat. Keahlian dan kompetensi mendapat tempat yang lebih penting daripada posisi struktural maupun senioritas. Persaingan usaha yang ketat juga menjadikan perusahaan harus mau mendengarkan apa yang dikatakan konsumen. Jika konsumen tidak didengar, apalagi diperhatikan maka dengan mudah konsumen akan berpindah ke pesaing.
Pada tahun 2007, Thomas Friedman menulis buku yang menunjukkan bahwa dunia menjadi datar. Datar yang dimaksud adalah berkurangnya keunggulan dan kesenjangan antara negara maju dibanding negara lain di dunia. Berkurangnya kesenjangan ini disebabkan oleh adopsi teknologi informasi, khususnya Internet dan telekomunikasi.
Globalisasi menjadi tema bisnis di berbagai negara. Banyak perusahaan besar memiliki kantor dan beroperasi di berbagai negara. Banyak produk dunia yang merupakan hasil kerja sama berbagai perusahaan dari berbagai negara. Salah satu contoh adalah iPhone dari Apple. iPhone dirancang di Amerika Serikat oleh Apple dengan menggunakan komponen buatan Korea Selatan (Samsung dan LG) dan Taiwan (TSMC), yang kemudian dirakit di RRC (FoxConn).
Gambar 1.6 Pemasok Apple iPhone
Faktanya tidak hanya barang yang bergerak melintasi batas negara. Pekerjaan juga berpindah negara dengan cepat. Sebagai contoh DTech Engineering adalah perusahaan perancangan industri di Salatiga yang mampu bersaing dengan perusahaan sejenis di kancah internasional5. Pekerjaan perancangan dan rekayasa produk dapat dikerjakan oleh DTech Engineering dari suatu rumah sederhana di Salatiga dan dapat mengalahkan berbagai perusahaan perancangan dan rekayasa produk internasional.
Gambar 1.7 DTech Engineering di Salatiga
Perkembangan Internet menjadikan tata kelola bisnis menjadi berbeda. Dalam skala internasional, biaya operasional dapat menurun secara drastis berkat penggunaan Internet. Pengusaha meubel di Yogyakarta dapat menjual barang ke Eropa Barat tanpa harus bertatap muka dengan pembeli (Sarosa, 2007). Konsumen dan produsen menghadapi pasar internasional yang lebih terbuka. Pembeli dan penjual dari berbagai belahan dunia dapat bertemu di Internet untuk bertransaksi tanpa harus bertatap muka.
Berkat tersedianya berbagai perangkat teknologi informasi, muncullah sebuah jenis usaha baru, yaitu perusahaan digital. Perusahaan digital adalah sebuah organisasi yang menggunakan teknologi digital untuk mengelola relasi bisnis penting dengan konsumen, pemasok, dan karyawan (Turban et al., 2018). Selain itu, mayoritas proses bisnis6 dalam perusahaan digital dikelola juga secara digital yang meliputi seluruh tingkatan organisasi dan bahkan menjangkau organisasi eksternal (sebagai mitra bisnis) lainnya. Dengan teknologi digital, kebiasaan berbisnis lama yang terbatas ruang dan waktu, menjadi berubah. Waktu berbisnis dan bekerja dapat menjadi 24 jam sehari tidak terbatas pada jam kerja lokal. Kegiatan berbisnis dapat dilakukan dengan siapapun di berbagai belahan dunia.
Dengan perkembangan teknologi digital dan perubahan dunia bisnis tersebut, apa peran sistem informasi? Sistem informasi menjadi bagian esensial dalam tata kelola bisnis rutin maupun pencapaian tujuan strategis jangka panjang. Sistem informasi dan investasi di bidang teknologi informasi digunakan perusahaan untuk mencapai enam tujuan strategis usaha, yaitu (Laudon & Laudon, 2018):
Gambar 1.8 Gerai Mesin ATM
Peran penting sistem informasi menjadi semakin vital sehingga banyak organisasi mencurahkan investasi, waktu, pemikiran, dan tenaga untuk mengembangkan sistem informasinya. Peran sistem informasi pun bergeser dari sebagai suatu sistem pendukung kinerja organisasi menjadi faktor produksi yang vital di berbagai organisasi. Sebagai contoh adalah Amazon.com Inc. Amazon berawal dari usaha menjual buku secara daring. Untuk mendukung usaha tersebut, Amazon harus mengembangkan dan membangun sistem informasi dan infrastruktur teknologi informasi dalam skala masif guna mengakomodasi dan mengolah pesanan buku dari situs web mereka. Pada akhirnya, investasi pada teknologi informasi menghasilkan infrastruktur sistem informasi yang kapasitasnya melebihi kebutuhan perdagangan daring Amazon. Kapasitas lebih tersebut sekarang dijadikan usaha baru oleh Amazon. Sebagai hasilnya, pemanfaatan kapasitas komputasi berlebih tersebut menjadikan Amazon sebagai penyedia jasa komputasi awan terbesar di dunia dan bahkan melebihi Google dan Microsoft yang merupakan perusahaan teknologi8. Tidak berhenti di situ saja, kapasitas yang berlebih tadi digunakan oleh Amazon untuk mengembangkan layanan baru seperti layanan streaming video dan musik, maupun juga layanan berbasis kecerdasan buatan.
Di Indonesia, Bank Central Asia (BCA) telah mengembangkan infrastruktur teknologi informasi yang memungkinkan pengembangan produk perbankan yang belum pernah ada sebelumnya. BCA menawarkan beberapa fasilitas perbankan melalui gerai non perbankan. Sebagai contoh, nasabah BCA dapat melakukan transaksi penarikan tunai melalui sistem Point of Sales (POS) di beberapa minimarket. Tanpa dukungan infrastruktur teknologi informasi yang kuat dan handal, maka layanan tersebut akan sulit terwujud.
Konsep layanan seperti BCA di atas disebut sebagai layanan perbankan nir cabang (branchless banking). Bank Rakyat Indonesia (BRI) mencoba untuk mengembangkan layanan perbankan nir cabang tersebut ke berbagai pelosok wilayah Indonesia. Salah satu hambatan yang sering dijumpai adalah ketersediaan infrastruktur telekomunikasi yang handal. Untuk mengatasi hal tersebut, BRI memutuskan untuk membeli dan mengoperasikan satelit telekomunikasi sendiri seharga Rp2,5 trilyun. BRI mengharapkan layanan perbankannya dapat memiliki jangkauan yang lebih luas tanpa harus berinvestasi pada kantor cabang konvensional.
Seperti yang telah dibahas pada bagian sebelumnya, perkembangan teknologi informasi dapat mengubah secara drastis peta usaha pada berbagai industri. Fenomena tersebut disebut sebagai disrupsi (Turban et al., 2018). Berbagai perkembangan teknologi secara drastis mengubah tata cara berusaha maupun dunia usaha. Bukan tidak mungkin nantinya akan muncul berbagai jenis usaha baru yang semakin memanfaatkan teknologi.
Disrupsi teknologi memunculkan pasar baru, produk baru, dan pekerjaan baru. Tidak terbayangkan sepuluh tahun yang lalu bahwa orang bisa mendapatkan penghasilan memadai dari membuat video dan menayangkannya secara gratis seperti yang dilakukan para Youtubers saat ini. Konsumen, distributor, dan pengecer mengubah cara mencari barang dan jasa serta cara untuk bertransaksi. Jika ingin bertahan dan bahkan berkembang, perusahaan-perusahaan harus mampu beradaptasi dan mengantisipasi disrupsi teknologi.
Pemanfaatan teknologi membutuhkan tata kelola yang tepat. Di sinilah peran manusia sebagai salah satu elemen kunci setiap sistem informasi dibutuhkan. Secara strategis pemanfaatan investasi teknologi informasi digambarkan sebagai berikut
Gambar 1.9 Strategi Pemanfaatan Teknologi Informasi (Turban et al., 2018)
Kemudian tantangan apa yang akan dihadapi oleh para manajer di era bisnis modern saat ini. Tantangan tersebut dapat dilihat pada tabel 1.3 berikut ini.
Tabel 1.3 Sepuluh Besar Tantangan Manajer Modern
No | Tantangan Manajer Modern |
---|---|
1. | Keselarasan teknologi informasi dan bisnis |
2. | Keamanan, keamanan siber, dan privasi |
3. | Inovasi |
4. | Kelincahan dan fleksibilitas teknologi informasi |
5. | Kelincahan dan fleksibilitas bisnis |
6. | Pengurangan dan pengendalian biaya bisnis |
7. | Pengurangan dan pengendalian biaya teknologi informasi |
8. | Kecepatan layanan teknologi informasi dan kecepatan memasuki pasar |
9. | Perencanaan strategis bisnis |
10. | Produktivitas dan efisiensi bisnis |
Tidak mudah bagi banyak perusahaan untuk dapat mengantisipasi perubahan teknologi yang berlangsung. Turban et.al. (2018) merinci trend teknologi yang akan mendorong dan mendikte perubahan, yaitu:
Tabel 1.4 Aplikasi Sensor Tertanam di Berbagai Bidang Industri
Sektor Industri | Aplikasi | Hasil |
---|---|---|
Minyak dan gas | Eksplorasi dan eksploitasi ladang minyak dan gas menggunakan berbagai alat dengan sensor tertanam | Penurunan biaya dan perbaikan aliran minyak |
Kesehatan | Sensor pada pasien yang dapat memberikan informasi akurat diagnosis oleh dokter | Mengurangi lama perawatan di rumah sakit sehingga mengurangi biaya kesehatan |
Eceran | Sensor pada barang dapat dianalisa untuk mengetahui preferensi konsumen | Memberikan program pemasaran dan penjualan yang lebih presisi |
Pertanian | Sensor di lahan pertanian untuk mengetahui kebutuhan air, pupuk, dan pembasmi hama untuk berbagai tanaman dengan kondisi tanah dan iklim yang berbeda | Pengurangan biaya dengan cara memberikan pupuk, air, dan pembasmi hama secara tepat sasaran |
Periklanan | Berbagai sensor di toko dapat menangkap preferensi konsumen | Menampilkan iklan yang sesuai preferensi konsumen |
Otomotif | Sensor pada kendaraan dapat membantu untuk menghindari kecelakaan dengan membantu pengemudi melakukan pengereman otomatis saat mendeteksi akan adanya tabrakan | Mengurangi angka kecelakaan lalu lintas |
Meskipun gelombang disrupsi demikian masif, ternyata banyak perusahaan yang dapat memanfaatkannya dan meraih keuntungan dan berkembang. Kemampuan memanfaatkan teknologi digital baru dapat meningkatkan keuntungan dan membuka lahan bisnis baru yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan. Pelajaran yang dapat ditarik dari keberhasilan memanfaatkan teknologi digital adalah:
Selanjutnya Kegiatan Belajar 3: Pendekatan Sosio-Teknikal